Analisis Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 132/PUU-XXIII/2025 Batas Waktu Gugatan PHK

Analisis Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 132/PUU-XXIII/2025 Batas Waktu Gugatan PHK

Pendahuluan

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 132/PUU-XXIII/2025 kembali menyoroti ketentuan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI). Norma ini sebelumnya telah dimaknai dalam Putusan MK Nomor 94/PUU-XXI/2023, yang menetapkan gugatan PHK hanya dapat diajukan dalam waktu 1 tahun sejak keputusan PHK diberitahukan oleh pengusaha.

Permohonan uji materi kali ini diajukan oleh seorang pekerja yang mengalami PHK. Pemohon berargumen bahwa batas waktu satu tahun tersebut melanggar hak konstitusional pekerja sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. Menurut Pemohon, jangka waktu itu terlalu singkat karena pekerja harus melalui prosedur bipartit, mediasi, dan konsiliasi sebelum dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Isu Konstitusional

Permasalahan pokok yang diuji adalah apakah pembatasan waktu gugatan PHK selama 1 tahun sejak pemberitahuan pengusaha sejalan dengan prinsip kepastian hukum yang adil dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan (pekerja/buruh) sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

Pertimbangan Mahkamah

  1. Perlindungan Pekerja sebagai Kelompok Rentan

MK mengakui pekerja berada dalam posisi lemah dalam relasi industrial. Norma daluwarsa yang kaku berpotensi menutup akses pekerja terhadap keadilan, khususnya bagi mereka yang terkendala kondisi sosial, ekonomi, dan literasi hukum.

  1. Keseimbangan dengan Kepastian Hukum

Meski demikian, MK menilai permintaan Pemohon untuk memperpanjang tenggat waktu menjadi 3 tahun terlalu panjang dan dapat mengurangi kepastian hukum bagi pengusaha.

  1. Tafsir Baru Pasal 82 UU PPHI

MK menetapkan jangka waktu 1 tahun tetap dipertahankan, tetapi dihitung sejak tidak tercapainya kesepakatan dalam mediasi atau konsiliasi. Dengan demikian, pekerja memiliki ruang waktu yang lebih realistis untuk menggugat tanpa dirugikan oleh lamanya proses administratif sebelum ke PHI.

Amar Putusan

  1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian.
  2. Menyatakan Pasal 82 UU PPHI bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

“Gugatan oleh pekerja/buruh atas pemutusan hubungan kerja dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak tidak tercapainya kesepakatan perundingan mediasi atau konsiliasi.”

  1. Memerintahkan pemuatan putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
  2. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya.

Analisis

Putusan ini mencerminkan pendekatan proporsionalitas dalam hukum ketenagakerjaan. MK tidak serta-merta menghapus batas waktu 1 tahun, tetapi menafsirkan ulang titik awal perhitungan tenggat waktu. Hal ini menunjukkan bahwa kepastian hukum formal harus diselaraskan dengan keadilan substantif.

Dari perspektif konstitusi, putusan ini menguatkan implementasi Pasal 28H ayat (2) UUD 1945, yang menjamin perlakuan khusus bagi kelompok rentan. Dengan menyesuaikan tafsir norma, MK menegaskan prinsip living constitution, bahwa hukum harus adaptif terhadap konteks sosial yang berkembang.

Penutup

Putusan MK No. 132/PUU-XXIII/2025 menegaskan pentingnya perlindungan pekerja dalam sistem hukum ketenagakerjaan Indonesia. Ke depan, putusan ini diharapkan memperbaiki praktik penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan memberi ruang yang lebih adil bagi pekerja untuk memperjuangkan hak-haknya, tanpa mengorbankan kepastian hukum bagi pengusaha.

Berikan Komentar

Email Anda tidak akan dipublikasikan.

0 Komentar

Whatsapp